Tapak Lapan adalah sistem ekonomi kultural Melayu. Istilah ini menunjuk kepada delapan mata pencaharian tradisional yang dilakukan berdasarkan pembagian waktu dan kemahiran. Secara etimologi, tapak berarti tempat berpijak atau fondasi dari suatu bangunan. Sedangkan lapan berarti delapan. Sehingga secara harfiah berarti delapan tapak.

Delapan jenis pekerjaan tidak serta merta dikerjakan secara bersamaan. Adakalanya dilakukan dengan mempertimbangkan efektivitas waktu (musiman) dan tenaga (kemahiran). Misalnya, pada musim hujan kegiatan berladang dilakukan pada hari, maka siang hari mengumpulkan hasil hutan, sore hari mengurus ternak, dan malam hari bertukang membuat aktivitas kerajinan rumah tangga. Pada musim kemarau jika berkebun dilakukan pagi hari, maka siang hari berniro atau bertukang, sore hari mencari ikan, dan malam hari menganyam pandan.

1. Berladang

Berladang padi dengan pola tradisional ladang berpindah sudah dilakukan secara turun-temurun. Teknik menyeimbangkan kesuburan tanah dan kelestarian alam. Pembukaan tanah peladangan dilakukan di hutan cadangan bencah dan tidak dibenarkan di rimba larangan ataupun rimba kepungan sialang. 

Tahapan berladang didahului dengan membentuk kelompok berladang. Disebut tobo atau betobo, yang terdiri dari beberapa kepala keluarga. Apabila kelompok berladang sudah terbentuk, dilanjutkan dengan menentukan lahan ulayat yang akan dibuka. 

2. Berkebun

Berkebun yang tanam berupa tanaman keras seperti kelapa, getah dan sebagian kecil sagu. Dalam memprosuksi karet, penakik sudah mulai bekerja sejak sebelum subuh hingga tengah hari. Pekerjaan pada subuh dilakukan untuk meningkatkan produksi getah karena poho karet akan mengeluarkan getah lebih banyak saat dingin.

Setelah menakik, penakik akan melanjutkan pekerjaan lainnya seperti mencari ikan, berkebun palawija di teratak, beternak atau mengumpulkan hasil hutan seperti rotan, mencari burung dan lain sebagainya.

3. Bertukang

Pekerjaan bertukang membangun rumah atau kapal kayu bergantung dari permintaan masyarakat. Pekerjaan ini bergantung dari kemahiran seseorang, dan tidak mengalir sepanjang tahun atau musim. Bertukang tidak hanya membangun rumah. Bidang lainnya seperti membuat alat-alat pertanian atau penangkap ikan, misalnya pandai besi, membuat antan, lesung bubu, nyiru , lukah, jala dan jaring.

4. Beternak

Hewan ternak utama yang dipelihara berupa kerbau, sapi, kambing. Sedangkan pemeliharaan hewan lainnya seperti ayam dan itik dilakukan dengan memanfaatkan perkarangan rumah.

5. Beniro dan mengolah hasil perkarangan

Membuat gula enau dan mengolah hasil perkarangan juga dilakukan sebagai pekerjaan sampingan. Hasil perkarangan yang diolah selain beniro adalah menggiling tebu, mengumpulkan pinang, membuat bubuk kopi dan lainnya.

6. Memanfaatkan hasil hutan

Hasil hutan yang dimanfaatkan hanya diperbolehkan pad arimba cadagan dan rimba kepungan sialang, sedangkan hasil hutan rimba larangan hanya untuk keperntingan umum misalnya pembangunan masjid, balai adat dan rumah adat. Hasil hutan yang diambil berupa rotan, minyak kayu, damar, getah jelutung, gaharu, kayu bangunan, madu , pandan, dan binatang buruan.

Hasil hutan lainnya adalah madu lebah di rimba kepungan sialang. rimba ini berupa rimba kecil yang biasa menjadi pembatas ladang atau kampung. Pohon sialang yaitu pohon kayu sejenis nangka air, yang menjadi tempat lebah bersarang. Mengambil madu lebah dilakukan dalam sebuah ritual yang disebut menumbai.

7. Menangkap ikan

Mencari ikan dapat dilakukan di laut, sungai, anak sungai, tasik, danau dan bencah.

Adapun pola masyarakat melayu untuk menangkap ikan yaitu dengan cara kelong dan bagan. Kelong dibangun di laut dangkal yang jauh dari pantai berfungsi sebagai tempat mencari ikan serta pengolahan. Sedangkan bagan dibangun dipinggir sungai tidak jauh dari lubuk mencari ikan fungsinya sebagai tempat menyalai ikan.

Alat yang digunakan ketika menangkap ikan adalah jermal, lukah, jala, dan belat.

8. Berdagang

Pekerjaan ini dilakukan hampir setiap kelompok masyarakat untuk menjual hasil kebun yang selesai dipanen. 

Masyarakat Melayu Riau tidak hanya mengerjakan satu jenis pekerjaan saja. Pekerjaan yang dilakukan juga menyesuaikan dengan cuaca atau keadaan sekitar untuk tetap mendapatkan penghasilan yang lebih. 

Cara tersebut bertujuan untuk:

1. Meragamkan sumber pendapatan

2. Strategi untuk menghadapi kegagalan dari satu pekerjaan sebagai sumber pendapatan.

3. Sebagai cara jangka pendek masyarakat Melayu dalam menggunakan sumber daya alamnya, maupun berhubungan dengan peristiwa atau keadaan ekonomi sesaat.

4. Upaya orang Melayu Riau dalam menghadapi krisis ekonomi dengan melakukan penggantian pekerjaan dengan pekerjaan lain yang lebih tepat dan sesuai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 

Masyarakat harus mempunyai pengetahuan tentang alam dan lingkungan hidupnya agar bisa melihat hubungan manusia dengan alam, serta hubungan antara flora dan fauna dengan hutan tanah sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang berguna secara ekonomis dari sumber dan lingungannya. 

Unsur-unsur kesenian melekat pada sistem mata pencaharian di Melayu Riau yaitu dari mitos, legenda, syair, pantun, randai dan ritual atau upacara-upacara adat. Alam menjadi sesuatu yang sangat berarti bagi sistem mata pencaharian, sistem teknologi dan sistem pengetahuan. Hilangnya hutan pada umumnya menyebabkan terancam dan hilang pencaharian seperti pengambil madu dan peladang. Unsur-unsur kesenian yang melekat misalnya syair-syair dan mantra-mantra pada siklus pekerjaan juga ikut menghilang, karena tidak lagi menjadi mata pencahnonpribumi. Sekarang arian dan dipraktekan sebagaimana biasanya oleh masyarakat Melayu Riau.