Jakarta Informal Meeting adalah kesepakatan tidak resmi sebagai solusi atas konflik yang melanda wilayah Indocina. Konflik ini bermula saat Vietnam mulai melakukan intervensi atas pemerintahan Kamboja yang dipimpin oleh Pol Pot dengan mendukung pemerintahan Heng Shamrin yang pro Vietnam. Instabilitas politik di kawasan Indocina akhirnya menjalar ke wilayah Thailand, terutama di wilayah perbatasan antara Kamboja (didukung oleh Vietnam) dan Thailand. Hal ini tentu saja dianggap sebagai sebuah ancaman bagi bangsa-bangsa di Asia Tenggara hingga pada akhirnya ASEAN merespons dengan berbagai tindakan.
Berikut ini adalah respon ASEAN dalam menyikapi konflik yang terjadi di wilayah Indocina.
1. Melalui pertemuan menteri luar negeri anggota ASEAN menyatakan menentang perilaku Vietnam dan secara resmi menolak mendukung pemerintahan Phnom Penh Pro-Vietnam.
2. Organisasi ASEAN mendukung isolasi internasional atas Vietnam.
3. Mengusahakan penarikan tanpa syarat pasukan Vietnam dan Kamboja.
4. Mencegah penetrasi Vietnam ke Thailand.
5. Mendukung Kamboja yang netral, damai dan demokratis.
6. Serta mendukung kepemimpinan ASEAN dalam mencari solusi damai dalam konflik Kamboja yang bebas dari campur luar.
Sebagai bagian dari ASEAN, Indonesia turut mengupayakan adanya solusi atas konflik yang melibatkan Vietnam dan Kamboja dengan mengupayakan rangkaian pemecahan masalah atas konflik yang terjadi. Langkah awal yang dilakukan Indonesia adalah mengupayakan Coctail Party atau Promiximity Talks bagi pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Gagasan ini kemudian berkembang menjadi JIM (Jakarta Informal Meeting) yang berlangsung pada tahun 1988.
Tujuan diadakannya JIM (Jakarta Informal Meeting):
JIM merupakan pertemuan yang diprakarsai Indonesia dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah / konflik terjadi antara Vietnam dan Kamboja.
Peran Indonesia dalam JIM:
1. Sebelum terselenggaranya JIM, Indonesia turt aktif memprakarsai perdamaian, diantaranya dengan dikeluarkannya Prinsip Kuantan tahun 1979 yang bertujuan menjadikan Vietnam bagian dari sahabat agar tidak jatuh kepada Blok Timur. Kebijakan ini membuat Indonesia dan Vietnam semakin dekat hingga memudahkan dalam upaya perdamaian atas konflik yang terjadi.
2. Indonesia menjadi tuan rumah dalam penyelenggaraan JIM I dan II meskipun akhirnya tidak mendapatkan titik temu atas konflik yang terjadi.
3. JIM I dan II menjadi jalan penanganan konflik yang lebih lanjut di kancah internasional dengan pembentukan Konferensi Internasional Paris atas Kamboja (PICC) pada tahun 1989 namun kembali memgalami kebuntuan.
4. Konflik Kamboja dan Vietnam akhirnya selesai pada tahun 1991 dengan jatuhnya kekuatan komunis di Eropa Timur dan Uni Soviet. Kejatuhan Uni Soviet membuat banyak bantuan atas Vietnam berhenti hingga akhirnya PBB dengan mudah menekan Vietnam untuk menandatangani genjatan senjata. Pada proses penandatanganan genjatan senjata ini, Indonesia bersama Perancis ditunjuk sebagai ketua.