Pada masa Kabinet Deklarasi Djuanda, nasib batas wilayah laut Indonesia mendapat perhatian khusus. Djuanda memperjuangkan pengesahan dan pengakuan teritorial Indonesia yang sebelumnya hanya memiliki kedaulatan hanya memiliki kedaulatan sejauh tiga mil dari garis pantai. Kondisi tersebut merugikan Indonesia baik secara politik maupun ekonomi.

Upaya Djuanda untuk mendapat pengakuan teritorial Indonesia dengan menugaskan Mr. Mochtar Kusumaatmaja mencari dasar-dasar hukum batas wilayah laut Mr. Mochtar kemudian mengemukakan “asas Arschipelago” yang kemudian ditetapkan oleh Mahkamah Internasional pada tahun 1951.

Pada tahun 1957, Kabinet Djuanda mengeluarkan Pengumuman Pemerintah yang kemudian dikenal dengan Deklarasi Djuanda yang dikemudian dijadikan sebagai Undang-undang No. 4/PRP/Tahun 1960 tentang Peraian Indonesia. Isi UU tersebut adalah sebagai berikut:

Pasal 1:

1) Perairan Indonesia adalah laut wilayah Indonesia beserta perairan pedalaman Indonesia.

2) Laut wilayah Indonesia adalah lajur laut selebar dua belas mil yang garis luarnya diukur tegak lurus atas garis dasar atau titik pada garis dasar yang terdiri atas garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis air rendah daripada pulau-pulau yang terluar dalam wilayah Indonesia, dengan ketentuan bahwa jika ada selat yang lebarnya tidak melebihi 24 mil laut dan Negara Indonesia tidak merupakan satu-satunya negara tepi, maka garis batas laut wilayah Indonesia ditarik pada tengah selat.

3) Perairan pedalaman Indonesia adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam dari garis dasar sebagai yang dimaksud pada ayat (2).

4) Mil laut adalah seperenam puluh derajat lintang.

Pasal 2:

Pada peta yang dilampirkan pada peraturan ini, ditentukan dengan jelas letak titik-titik serta garis-garis yang dimaksud dalam pasal 1 ayat 2

Pasal 3:

1) Lalu-lintas laut damai dalam pelajaran pedalaman Indonesia terbuka bagi kendaraan air asing

2) Dengan peratutan daerah dapat diatur lalu-lintas laut damai yang dimaksud pada ayat 1.

Pasal 4:

1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkannya.

2) Mulai hari tersebut pada ayat (1) tidak berlaku lagi pasal 1 ayat (1) angka 1 sampai dengan 4 “Teritorial Zee en Matirieme Kringen Ordonnantie 1939”. Deklarasi Djuanda yang diberlakukan Indonesia ini nedapat proters dari dunia Internasional, contohnya Inggris, Amerika, Australia, Prancis, Belanda, dan Selandia Baru. Setelah 37 tahun, Deklarasi Djuanda baru mendapat pengakuan dari dunia internasional. Pengakuan tersebut didapatkan melalui konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang hukum Laut di Montego Bay, Jamaika, tahun 1982 atau Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United Nations Convemtion of the Law of the Sea/ UNCLOS).